Agar Supaya Kamu Bersyukur

Agar supaya kamu bersyukur. Kalimat ini terulang dan sersebar dalam kitab suci Al-quran. Entah jumlahnya berapa, saya tidak ada keinginan untuk menghitungnya,… toh utuk apa..?

Saya menjadi tertarik dengan sifat syukur ini, dan ingin sedikit menguliknya di postingan kali ini. dala kitab suci seringnya kata syukur ini dihubungkan dengan aktifitas manusia untuk berfikir- terang aktifitas berfikir ini berhubungan dengan objek yang dipikirkan. [ ada semacam hubungan antara objek dan realitas mental untuk mewujudkan sifat syukur ini].

Setelah merenung mungkin selama ini kita salah memahami konsep syukur ini yang berdampak dalam kehidupan sehari-hari.

Bunyinya sering begini; orang itu harus bersyukur dalam kondisi apapapun, sedang mendapatkan sedikit nikmat, banyak nikmat dan bahkan tidak ada nikmat sama sekali. Kurang lebih begitulah. …apa benar seharusnya demikian.

Coba sedikit kita bandingkan. Kenapa Allah menyuruh jamaah haji mencium hajar aswat’ mencium batu’. Tidak cukupkah jika menyembah Allah tanpa ada kontaminasi dengan batu.,,? Keberadaan bangunan berbentuk kotak yang diwarnai hitam putih dan satu-satunya di dunia, kabah orang muslim menyebutnya. Bangunan yang dibagun untuk diputari secara berulang. Apa bedanya jika mengelilingi monas misalnya. Ini adalah tanda. right

Kedua benda tersebut hanya sebagai bandingan dan media dari aktifitas penghambaan terhadap sang kholik. Ternyata manusia itu butuh media. Dan bagi orang yang mendengungkan ajaran islam harus dikembalikan ke sumber aselinya al-quran dan al-sunnah, dari awal jelas dia tidak memahami kedua sumber kebenaran tersebut.
Begitu juga sifat syukur. Sifat syukur ada, perlu adanya kondisi pembandig, perlu ada realitas untuk memunculkan rasa syukur itu, perlu ada konstruk yang membentuk sifat syukur ini menjadi ada. Syukur jelas tidak bisa berdiri sendiri dia butuh konstruk untuk membangun dan melanggengkannya. Bisa material dan immaterial. Yang pasti itu harus ada jika tidak sifat syukur menjadi kehilangan maknanya dan cenderung dipaksakan. Bukankah memaksakan dalam bersyukur adalah sifat pembangkangan yang tidak dipaksakan. Dan jelas dilarang menjadi hamba yang hipokrit.

Betapa sering seseorang merasa bersyukur, namun hatinya menangis dalam diam, dankehendaknya mulai merangkak menolak sifat syukur itu sendiri [bukankah ini pembangkangan/dan manipulative]. Sifat syukur butuh realitas pembanding dan butuh konstruk untuk mendukungnya.

Bersyukurlah jika kondisi well being. Dan bertawakallah jika kondisi anda kesulitan. Jangan sebaliknya karena apa yg anda lakukan akan menjadi palsu.
Ternyata bersyukur saja tidaklah cukup. Sifat bersyukur itu perlu pembanding dan harus ada media untuk menegakkan sifa syukur itu. anda jangan pernah menyuruh orang melarat bersyukur. Jika anda ngotot melakukannya anda bergerak berlawanan arah dengan hukum tuhan. Tidal alami/tidak sesuai dengan kodrat manusia.
Jadi jelas kewajiban seeorang itu bukanlah bersyukur tapi menciptakan konstruk dan realitas. konstruk dan realitas bisa berwujud materiil dan immaterial, nah ketika individu mendapati limpahan materiil dan immaterial sikap bersyukur akan menjadi kuat, nikmat dan apa adanya.

So silahkan mengupayakan konstruk dari sifat syukur itu dan dapatkan rasa syukur yang nikmat dalam hati.